Disamping fungsinya sebagai tempat ibadah, masjid juga menjadi pusat
pendidikan dan pengkaderan. Remaja Islam Masjid merupakan sebuah oragnisasi
bina remaja Islam yang bertujuan untuk mendidik dan membina kader-kader muda di
lingkungan sekitar masjid. Keberadaan Remaja Islam Masjid (Risma) diharapkan
dapat mencetak generasi-generasi pemakmur masjid serta menjadi mata tombak
dakwah Islam dari masa ke masa. Hal ini merujuk pada firman Allah dalam Qur’an
Surat At-Tawbah ayat 18:
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَكَاةَ وَلَمْ
يَخْشَ إِلَّا اللَّه، فَعَسَآ أُولَآئِكَ أَنْ يَّكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِيْنَ
“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah
orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan
shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah,
maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang
mendapat petunjuk”
Adalah Masjid Taqwa desa Srimenanti yang berpartisipasi dalam
merealisasikan keberadaan Risma di desa Srimenanti. Berafiliasi dengan Pimpinan
Ranting Muhammadiyah Srimenanti, salah satu Masjid terbesar di desa Srimenanti
ini mendirikan oraganisasi bina remaja yang dikenal sebagai Risma Taqwa desa
Srimenanti. Berdiri sekitar tahun 1970, Risma Taqwa telah banyak melahirkan
tokoh-tokoh besar. Diantara tokoh-tokoh besar yang lahir dari Risma Taqwa
ialah; Imawan Edi Sutanto yang kini menjadi Kepala SD Muhammadiyah Bandar
Sribhawono serta selaku pengurus Wilayah Pemuda Muhammadiyah Lampung, Edi
Susilo, S.Pd yang saat ini menjadi kepala SMP Muhammadiyah I Bandar Sribhawono,
Ridlo Al-Amin, S.E. yang saat ini menjadi kepala SMA Muhammadiyah I Bandar
Sribhawono yang juga termasuk ke dalam jajaran pengurus Wilayah Pemuda
Muhammadiyah Lampung dan masih banyak tokoh-tokoh lain dari generasi sebelumnya
lahir dari forum Risma Taqwa Srimenanti.
Gerakan bina remaja ini rupanya di kemudian hari mampu menginspirasi banyak
kalangan. Pada sekitar tahun 2000, hampir semua masjid-masjid di desa
Srimenanti memiliki Rismanya masing-masing. Hal ini dilihat lebih sebagai
sebuah bentuk pelebaran sayap daripada sebagai bentuk plurarisasi gerakan.
Pandangan ini dikuatkan dengan terbentuknya koalisi “Risma Desa Srimenanti”
yang juga pernah diketuai oleh Imawan Edi Sutanto. Menurut catatan penulis,
silaturahmi ini terjalin sangat erat hingga Risma Taqwa sampai pada
kepemimpinan Arif Rahman Hakim atau setelahnya. Beragam kegiatan digelar
bersama di bawah naungan koalisi “Risma Desa Srimenanti” dalam rangka mengenal
satu sama lain serta mempererat jalinan silaturahmi antar Risma.
Namun demikian, organisasi Risma sebagai gerakan bina remaja tak luput dari
serangan dinamika perkembangan zaman. Longgarnya filter budaya yang terjadi
dikalangan remaja menyebabkan mitra-mitra dakwah Risma Taqwa satu per satu
mulai tumbang. Kuatnya tendensi psikologi remaja untuk ikut-ikutan budaya asing
menjadi faktor utama yang menyebabkan padamnya api semangat bina remaja. Selain
itu juga, terdapat kesenjangan antara derasnya arus globalisasi dengan upaya
preventif dari pembina Risma yang menjadi mesin penghancur tembok ketahanan
prinsip bina remaja yang telah dibangun susah payah selama beberapa dekade
silam.
Revolusi Risma Taqwa: sebuah perubahan atau
politisasi?
Selain menghempas tembok pertahanan para mitra, arus globalisasi dan
westernisasi juga menghantam tubuh Risma Taqwa. Puncaknya adalah pada saat
kepemimpinan Ahmad Dahlan dimana Rista mengalami kemacetan siklus regenerasi.
Hal ini bukan disebabkan oleh adanya upaya diktatif dalam kepengurusan seperti
yang dituduhkan kala itu. Stigma negatif ini bahkan tak pernah terbukti.
Faktanya, fenomena ini lebih terlihat sebagai efek dari lunturnya nilai-nilai
keislaman dalam gerakan. Virus westernisasi semakin meradang dikala semakin
canggihnya tekhnologi informasi dan komunikasi. Ketidaksiapan kaula muda untuk
membentengi jati dirinya melahirkan sikap terpukau dan terlena akan gemerlapnya
hedonisme dan liberalisme. Tapi apalah daya, image kediktatoran telah terlanjur
melekat.
Terlepas siapa yang memulai, isu-isu tak sehat tersebut sempat membuahkan
berbagai upaya resolusi. Berbagai langkah perbaikan dari mulai resufle,
penertiban administrasi, hingga sistematisasi gerakan telah ditempuh dalam
rangka merekonstruksi tembok pertahanan organisasi. Jika dilihat dari sudut
pandang yang sempit, segala upaya yang terbilang produktif tersebut tidaklah
menciptakan hasil yang signifikan. Namun jika dilihat lebih jauh,
langkah-langkah produktif tersebut sejatinya telah menjadi pijakan yang efektif
dalam menempuh langkah yang lebih besar.
Langkah-langkah tersebut terus dikembangkan oleh para aktifis Risma Taqwa.
Sampailah pada awal 2012, disaat terbentuknya Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar
Muhammadiyah Bandar Sribhawono yang diketuai oleh Muhammad Arifin yang juga
pernah menjadi ketua Rista yang kemudian dilengserkan oleh para tetua di awal
kepemimpinannya. Berangkat dari pengalaman ini pula, M Aifin dengan ambisi
independensinya memandang bahwa minimnya ruang gerak remaja dalam area dakwah
menyebabkan surutnya aktualisasi dakwah remaja. Melalui PC IPM yang ia
deklarasikan pada awal Januari 2012, beragam upaya intervensi terhadap Rista
pun dilakukan guna memunculkan gerakan dakwah remaja yang independen.
Benar saja, Rista kemudian berafiliasi dengan PC IPM tak lama setelah
eksistensinya di permukaan publik. Pada pertengahan 2012 Rista resmi bernaung
dibawah PC IPM Bandar Sribhawono. Terdapat titik temu antara urgensi PC IPM
untuk menaungi tiga Pimpinan Ranting dengan gejolak ditengah kepengurusan Rista
yang menyebabkan IPM dan Rista harus menyatukan kekuatan. Tak sampai di situ,
bernaungnya Rista dibawah bendera IPM semakin memuluskan intervensi PC IPM.
Mobilitas PC IPM yang lebih produktif kala itu membuat pengaruhnya dalam
manajemen organisasi Rista semakin kuat. Hingga pertengahan 2013, upaya
sentralisasi yang diintenskan oleh PC IPM membuahkan hasil. Di bawah instruksi
PC IPM, Rista akhirnya mampu melaksanakan reorganisasi yang telah sekian lama
tersendat. Adalah Eko Pratiknyo sebagai ketua umum Rista menggantikan Ahmad
Dahlan.
Dibawah kepemimpinan Eko Pratiknyo, koordinasi Rista dengan PC IPM kian
kokoh. Rista seperti menemukan kembali jati dirinya. Selain karena dukungan PC
IPM yang intens, besarnya pengaruh sang ketua Risma di kalangan remaja komplek
juga menjadi faktor meningkatnya produktifitas gerakan Rista. Revolusi gerakan
bina remaja seolah mendapat angin segar. Ambisi independensi gerakan dakwah
remaja yang diusung para aktifis tampak semakin nyata. Pasalnya, kerasnya
ambisi untuk bergerak secara independen tersebut cukup untuk melemahkan dikte
dari para tetua terhadap gerakan dakwah remaja. Hal tersebut dimaknai sebagai
sebuah kemenangan besar bagi M Arifin dan antek-anteknya.
Salah Memaknai Revolusi: apakah revolusi yang
menyebabkan kemunduran PC IPM?
Ironis, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi dewasa ini.
Munculnya PC IPM ke permukaan dengan ambisi independensinya pada awal 2012
silam terkenang hanya sebagai sebuah terapi kejut. Oraganisasi remaja yang dulu
meneriakkan perombakan tersebut belakangan kian rapuh. Hanya berjalan selama
satu periode saja dan ditambah satu tahun PC IPM berkarya. Hal ini sudah mulai
tampak sejak tahun terakhir kepemimpinan M Arifin. Kemudi organisasi yang
kemudian dilanjutkan oleh Eko Pratiknyo mewariskan carut marut kepengurusan PC
IPM selama dinahkodai M Arifin. Periode awal generasi baru PC IPM seperti
menumpahkan limbah produksinya ke tangan penerusnya. Demikian perjuangan PC IPM
yang kian hari semakin terancam punah.
Surutnya pergerakan PC IPM ini bertolak belakang dengan eksistensi Rista
yang relatif stabil. Namun akar masalahnya mungkin bukan pada kesenjangan
tersebut. Secara kronologis, melemahnya PC IPM terjadi sejalan dengan
melemahnya komitmen personalia PC IPM pada awal periode. Selain itu, hal
tersebut juga dipengaruhi oleh ambisi independensi yang tak dibarengi dengan penguatan
idealisme penerusnya. Mentahnya idealisme para penerus gerakan mengakibatkan
ketidakmampuan dalam tubuh PC IPM untuk survive. Apabila PC IPM
benar-benar tumbang, maka bukan tidak mungkin Rista akan menyusul setelahnya.
Sebab, kolaborasi yang aktif antara Rista dan PC IPM sepanjang catatan pena
telah menciptakan gerakan melawan arus globalisasi dan westernisasi. Maka dari
itu, kiranya tak berlebihan jika mengatakan tumbangnya PC IPM adalah awal dari
runtuhnya gerakan dakwah remaja.
Sebagai sebuah resolusi yang ingin disuarakan adalah perlu adanya
konstruksi baru yang mapan pada pola pikir penerus gerakan. Implementasinya
adalah dengan memposisikan Rista sebagai eksekutor dan PC IPM sebagai otoritas
yang mengontrol. Tak ada salahnya mengembalikan kolaborasi yang nyata antara
keduanya. Lumpuhnya PC IPM berarti lumpuh pula organisasi-organisasi yang lahir
dari rahimnya. Jika itu terjadi, maka Rista pun akan kehilangan bahan garapan
bagi gerakan dakwahnya. Melihat realitas tersebut, maka sudah sepantasnya bagi
semua pihak untuk menengok sejarah pergerakan serta kembali pada konsep bina
remaja.
(Tim Redaksi Pen Fighters)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar