Jumat, 01 Januari 2016

REGENERASI RISMA TAQWA: Secuil Fakta dibalik Survive-nya Remaja Islam Masjid Taqwa Srimenanti

Disamping fungsinya sebagai tempat ibadah, masjid juga menjadi pusat pendidikan dan pengkaderan. Remaja Islam Masjid merupakan sebuah oragnisasi bina remaja Islam yang bertujuan untuk mendidik dan membina kader-kader muda di lingkungan sekitar masjid. Keberadaan Remaja Islam Masjid (Risma) diharapkan dapat mencetak generasi-generasi pemakmur masjid serta menjadi mata tombak dakwah Islam dari masa ke masa. Hal ini merujuk pada firman Allah dalam Qur’an Surat At-Tawbah ayat 18:

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّه، فَعَسَآ أُولَآئِكَ أَنْ يَّكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِيْنَ

“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”

Adalah Masjid Taqwa desa Srimenanti yang berpartisipasi dalam merealisasikan keberadaan Risma di desa Srimenanti. Berafiliasi dengan Pimpinan Ranting Muhammadiyah Srimenanti, salah satu Masjid terbesar di desa Srimenanti ini mendirikan oraganisasi bina remaja yang dikenal sebagai Risma Taqwa desa Srimenanti. Berdiri sekitar tahun 1970, Risma Taqwa telah banyak melahirkan tokoh-tokoh besar. Diantara tokoh-tokoh besar yang lahir dari Risma Taqwa ialah; Imawan Edi Sutanto yang kini menjadi Kepala SD Muhammadiyah Bandar Sribhawono serta selaku pengurus Wilayah Pemuda Muhammadiyah Lampung, Edi Susilo, S.Pd yang saat ini menjadi kepala SMP Muhammadiyah I Bandar Sribhawono, Ridlo Al-Amin, S.E. yang saat ini menjadi kepala SMA Muhammadiyah I Bandar Sribhawono yang juga termasuk ke dalam jajaran pengurus Wilayah Pemuda Muhammadiyah Lampung dan masih banyak tokoh-tokoh lain dari generasi sebelumnya lahir dari forum Risma Taqwa Srimenanti.

Gerakan bina remaja ini rupanya di kemudian hari mampu menginspirasi banyak kalangan. Pada sekitar tahun 2000, hampir semua masjid-masjid di desa Srimenanti memiliki Rismanya masing-masing. Hal ini dilihat lebih sebagai sebuah bentuk pelebaran sayap daripada sebagai bentuk plurarisasi gerakan. Pandangan ini dikuatkan dengan terbentuknya koalisi “Risma Desa Srimenanti” yang juga pernah diketuai oleh Imawan Edi Sutanto. Menurut catatan penulis, silaturahmi ini terjalin sangat erat hingga Risma Taqwa sampai pada kepemimpinan Arif Rahman Hakim atau setelahnya. Beragam kegiatan digelar bersama di bawah naungan koalisi “Risma Desa Srimenanti” dalam rangka mengenal satu sama lain serta mempererat jalinan silaturahmi antar Risma.

Namun demikian, organisasi Risma sebagai gerakan bina remaja tak luput dari serangan dinamika perkembangan zaman. Longgarnya filter budaya yang terjadi dikalangan remaja menyebabkan mitra-mitra dakwah Risma Taqwa satu per satu mulai tumbang. Kuatnya tendensi psikologi remaja untuk ikut-ikutan budaya asing menjadi faktor utama yang menyebabkan padamnya api semangat bina remaja. Selain itu juga, terdapat kesenjangan antara derasnya arus globalisasi dengan upaya preventif dari pembina Risma yang menjadi mesin penghancur tembok ketahanan prinsip bina remaja yang telah dibangun susah payah selama beberapa dekade silam.

Revolusi Risma Taqwa: sebuah perubahan atau politisasi?

Selain menghempas tembok pertahanan para mitra, arus globalisasi dan westernisasi juga menghantam tubuh Risma Taqwa. Puncaknya adalah pada saat kepemimpinan Ahmad Dahlan dimana Rista mengalami kemacetan siklus regenerasi. Hal ini bukan disebabkan oleh adanya upaya diktatif dalam kepengurusan seperti yang dituduhkan kala itu. Stigma negatif ini bahkan tak pernah terbukti. Faktanya, fenomena ini lebih terlihat sebagai efek dari lunturnya nilai-nilai keislaman dalam gerakan. Virus westernisasi semakin meradang dikala semakin canggihnya tekhnologi informasi dan komunikasi. Ketidaksiapan kaula muda untuk membentengi jati dirinya melahirkan sikap terpukau dan terlena akan gemerlapnya hedonisme dan liberalisme. Tapi apalah daya, image kediktatoran telah terlanjur melekat.

Terlepas siapa yang memulai, isu-isu tak sehat tersebut sempat membuahkan berbagai upaya resolusi. Berbagai langkah perbaikan dari mulai resufle, penertiban administrasi, hingga sistematisasi gerakan telah ditempuh dalam rangka merekonstruksi tembok pertahanan organisasi. Jika dilihat dari sudut pandang yang sempit, segala upaya yang terbilang produktif tersebut tidaklah menciptakan hasil yang signifikan. Namun jika dilihat lebih jauh, langkah-langkah produktif tersebut sejatinya telah menjadi pijakan yang efektif dalam menempuh langkah yang lebih besar.

Langkah-langkah tersebut terus dikembangkan oleh para aktifis Risma Taqwa. Sampailah pada awal 2012, disaat terbentuknya Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Muhammadiyah Bandar Sribhawono yang diketuai oleh Muhammad Arifin yang juga pernah menjadi ketua Rista yang kemudian dilengserkan oleh para tetua di awal kepemimpinannya. Berangkat dari pengalaman ini pula, M Aifin dengan ambisi independensinya memandang bahwa minimnya ruang gerak remaja dalam area dakwah menyebabkan surutnya aktualisasi dakwah remaja. Melalui PC IPM yang ia deklarasikan pada awal Januari 2012, beragam upaya intervensi terhadap Rista pun dilakukan guna memunculkan gerakan dakwah remaja yang independen.

Benar saja, Rista kemudian berafiliasi dengan PC IPM tak lama setelah eksistensinya di permukaan publik. Pada pertengahan 2012 Rista resmi bernaung dibawah PC IPM Bandar Sribhawono. Terdapat titik temu antara urgensi PC IPM untuk menaungi tiga Pimpinan Ranting dengan gejolak ditengah kepengurusan Rista yang menyebabkan IPM dan Rista harus menyatukan kekuatan. Tak sampai di situ, bernaungnya Rista dibawah bendera IPM semakin memuluskan intervensi PC IPM. Mobilitas PC IPM yang lebih produktif kala itu membuat pengaruhnya dalam manajemen organisasi Rista semakin kuat. Hingga pertengahan 2013, upaya sentralisasi yang diintenskan oleh PC IPM membuahkan hasil. Di bawah instruksi PC IPM, Rista akhirnya mampu melaksanakan reorganisasi yang telah sekian lama tersendat. Adalah Eko Pratiknyo sebagai ketua umum Rista menggantikan Ahmad Dahlan.

Dibawah kepemimpinan Eko Pratiknyo, koordinasi Rista dengan PC IPM kian kokoh. Rista seperti menemukan kembali jati dirinya. Selain karena dukungan PC IPM yang intens, besarnya pengaruh sang ketua Risma di kalangan remaja komplek juga menjadi faktor meningkatnya produktifitas gerakan Rista. Revolusi gerakan bina remaja seolah mendapat angin segar. Ambisi independensi gerakan dakwah remaja yang diusung para aktifis tampak semakin nyata. Pasalnya, kerasnya ambisi untuk bergerak secara independen tersebut cukup untuk melemahkan dikte dari para tetua terhadap gerakan dakwah remaja. Hal tersebut dimaknai sebagai sebuah kemenangan besar bagi M Arifin dan antek-anteknya.

Salah Memaknai Revolusi: apakah revolusi yang menyebabkan kemunduran PC IPM?

Ironis, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi dewasa ini. Munculnya PC IPM ke permukaan dengan ambisi independensinya pada awal 2012 silam terkenang hanya sebagai sebuah terapi kejut. Oraganisasi remaja yang dulu meneriakkan perombakan tersebut belakangan kian rapuh. Hanya berjalan selama satu periode saja dan ditambah satu tahun PC IPM berkarya. Hal ini sudah mulai tampak sejak tahun terakhir kepemimpinan M Arifin. Kemudi organisasi yang kemudian dilanjutkan oleh Eko Pratiknyo mewariskan carut marut kepengurusan PC IPM selama dinahkodai M Arifin. Periode awal generasi baru PC IPM seperti menumpahkan limbah produksinya ke tangan penerusnya. Demikian perjuangan PC IPM yang kian hari semakin terancam punah.

Surutnya pergerakan PC IPM ini bertolak belakang dengan eksistensi Rista yang relatif stabil. Namun akar masalahnya mungkin bukan pada kesenjangan tersebut. Secara kronologis, melemahnya PC IPM terjadi sejalan dengan melemahnya komitmen personalia PC IPM pada awal periode. Selain itu, hal tersebut juga dipengaruhi oleh ambisi independensi yang tak dibarengi dengan penguatan idealisme penerusnya. Mentahnya idealisme para penerus gerakan mengakibatkan ketidakmampuan dalam tubuh PC IPM untuk survive. Apabila PC IPM benar-benar tumbang, maka bukan tidak mungkin Rista akan menyusul setelahnya. Sebab, kolaborasi yang aktif antara Rista dan PC IPM sepanjang catatan pena telah menciptakan gerakan melawan arus globalisasi dan westernisasi. Maka dari itu, kiranya tak berlebihan jika mengatakan tumbangnya PC IPM adalah awal dari runtuhnya gerakan dakwah remaja.

Sebagai sebuah resolusi yang ingin disuarakan adalah perlu adanya konstruksi baru yang mapan pada pola pikir penerus gerakan. Implementasinya adalah dengan memposisikan Rista sebagai eksekutor dan PC IPM sebagai otoritas yang mengontrol. Tak ada salahnya mengembalikan kolaborasi yang nyata antara keduanya. Lumpuhnya PC IPM berarti lumpuh pula organisasi-organisasi yang lahir dari rahimnya. Jika itu terjadi, maka Rista pun akan kehilangan bahan garapan bagi gerakan dakwahnya. Melihat realitas tersebut, maka sudah sepantasnya bagi semua pihak untuk menengok sejarah pergerakan serta kembali pada konsep bina remaja.


(Tim Redaksi Pen Fighters)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar