Kamis, 15 Oktober 2015

Sedangkal Itukah Imajinasiku?

Sudah berhari-hari sejak aku mengikuti seminar TESOL ASIA dimana kakak tingkatku yang kampung halamannya hanya berjarak kurang lebih empat puluh lima menit jika ditempuh dengan kecepatan 100 kilometer per jam menjadi pematerinya. Aku bukan tertarik dengan keberhasilannya menghadiri konferensi TESOL ASIA di Filipina, melainkan aku lebih tertarik dengan karya-karyanya. Ia telah menulis beberapa buku, diantaranya buku-buku motivasi dan buku panduan belajar bahasa Inggris.

Akhir-akhir ini aku memang tertarik dengan dunia tulis menulis. Aku pun juga memiliki beberapa tulisan sederhana yang aku publikasikan melalui blog yang sederhana pula. Aku sempat mengobrol dengannya. Aku menanyakan perihal prosedur menerbitkan buku. Ia pun dengan senang hati berbagi pengetahuannya. Mendengar penuturannya, aku tersontak kaget. Karena ternyata hanya sesederhana itu prosedurnya. Aku semakin termotivasi untuk ikut-ikutan menerbitkan hasil tulisanku. Ia juga menyarankanku untuk mencobanya.

Aku sendiri lebih tertarik untuk menulis novel karena aku telah membuat beberapa naskah drama hasil karanganku sendiri yang aku pikir karya-karyaku itu bisa dikonversikan menjadi sebuah novel. Aku semakin terprovokasi mengingat banyaknya apresiasi untuk cerita-cerita hasil karanganku tersebut setelah dipentaskan. Kujelajahi samudra internet untuk menambah informasi yang kuperlukan mengenai pembuatan novel.

Sayangnya, aku sendiri bukan pencinta novel. Aku tak begitu tertarik bahkan bisa dibilang tidak sama sekali membaca novel. Aku lebih suka membaca buku-buku tentang politik Internasional, isu-isu global dan semacamnya. Aku tak begitu suka dengan karya fiksi yang lazimnya kutemui berupa novel. Tapi kipikir tak ada salahnya aku mencobanya. Lagipula, aku hanya perlu mengembangkan naskah drama menjadi sebuah karangan narativ deskriptiv. Kusadari aku belum mampu menulis buku-buku sekelas yang seringkali kubaca. Dari situ aku berfikir untuk memulainya dengan menulis novel.

Seiring berjalannya waktu, aku berusaha memulai mengkonversikan naskah-naskah karanganku. Akan tetapi, sudah berhari-hari acap kali aku membuka Microsoft Wordku tak juga aku menemukan titik terang perihal darimana aku harus memulainya. Berbekal informasi-informasi yang kuperoleh dari internet pun tak cukup untuk memecah kebuntuan. Semakin hari semakin aku frustasi dengan ambisiku ini.

Aku tak mengerti, mungkinkah karena aku terlalu malas untuk mulai menulis atau karena aku sudah sangat jarang membaca. Ditambah hobiku membaca belumlah lama kutanamkan. Aku merasa semakin sulit kini bagiku untuk merangkai kata-kata. Aku kehilangan semakin banyak kosa kata. Bahkan guna memproduksi kisaran 400 kata saja aku butuh waktu berjam-jam untuk merangkainya. Aku tak tahu apa yang salah dengan diriku. Aku ingin berbagi keluh kesahku ini, namun aku terbiasa mencari solusi dengan cara berpikirku sendiri.


Sempat aku berpikir untuk menyerah saja. Tapi, haruskah aku menyerah? Lantas bagaimana dengan rencanaku untuk berdakwah melalui tulisan? Aku malu dengan diriku sendiri. Aku pandai berbicara di hadapan publik, namun tak pecus menuangkannya dalam sebuah tulisan. Belakangan kusadari, ternyata sedangkal ini imajinasiku, secetek ini pengetahuanku. Entahlah, mungkin sebaiknya aku menyerah saja. Aku berhenti mengejar ambisiku yang begitu tinggi sedang aku tak mampu terbang karena rasa malasku yang begitu membebaniku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar