Sudah berhari-hari sejak aku mengikuti seminar TESOL ASIA dimana kakak
tingkatku yang kampung halamannya hanya berjarak kurang lebih empat puluh lima
menit jika ditempuh dengan kecepatan 100 kilometer per jam menjadi pematerinya.
Aku bukan tertarik dengan keberhasilannya menghadiri konferensi TESOL ASIA di
Filipina, melainkan aku lebih tertarik dengan karya-karyanya. Ia telah menulis
beberapa buku, diantaranya buku-buku motivasi dan buku panduan belajar bahasa
Inggris.
Akhir-akhir ini aku memang tertarik dengan dunia tulis menulis. Aku pun
juga memiliki beberapa tulisan sederhana yang aku publikasikan melalui blog
yang sederhana pula. Aku sempat mengobrol dengannya. Aku menanyakan perihal
prosedur menerbitkan buku. Ia pun dengan senang hati berbagi pengetahuannya.
Mendengar penuturannya, aku tersontak kaget. Karena ternyata hanya sesederhana
itu prosedurnya. Aku semakin termotivasi untuk ikut-ikutan menerbitkan hasil
tulisanku. Ia juga menyarankanku untuk mencobanya.
Aku sendiri lebih tertarik untuk menulis novel karena aku telah membuat
beberapa naskah drama hasil karanganku sendiri yang aku pikir karya-karyaku itu
bisa dikonversikan menjadi sebuah novel. Aku semakin terprovokasi mengingat
banyaknya apresiasi untuk cerita-cerita hasil karanganku tersebut setelah
dipentaskan. Kujelajahi samudra internet untuk menambah informasi yang
kuperlukan mengenai pembuatan novel.
Sayangnya, aku sendiri bukan pencinta novel. Aku tak begitu tertarik bahkan
bisa dibilang tidak sama sekali membaca novel. Aku lebih suka membaca buku-buku
tentang politik Internasional, isu-isu global dan semacamnya. Aku tak begitu
suka dengan karya fiksi yang lazimnya kutemui berupa novel. Tapi kipikir tak
ada salahnya aku mencobanya. Lagipula, aku hanya perlu mengembangkan naskah
drama menjadi sebuah karangan narativ deskriptiv. Kusadari aku belum mampu
menulis buku-buku sekelas yang seringkali kubaca. Dari situ aku berfikir untuk
memulainya dengan menulis novel.
Seiring berjalannya waktu, aku berusaha memulai mengkonversikan
naskah-naskah karanganku. Akan tetapi, sudah berhari-hari acap kali aku membuka
Microsoft Wordku tak juga aku menemukan titik terang perihal darimana aku harus
memulainya. Berbekal informasi-informasi yang kuperoleh dari internet pun tak
cukup untuk memecah kebuntuan. Semakin hari semakin aku frustasi dengan
ambisiku ini.
Aku tak mengerti, mungkinkah karena aku terlalu malas untuk mulai menulis
atau karena aku sudah sangat jarang membaca. Ditambah hobiku membaca belumlah
lama kutanamkan. Aku merasa semakin sulit kini bagiku untuk merangkai
kata-kata. Aku kehilangan semakin banyak kosa kata. Bahkan guna memproduksi
kisaran 400 kata saja aku butuh waktu berjam-jam untuk merangkainya. Aku tak
tahu apa yang salah dengan diriku. Aku ingin berbagi keluh kesahku ini, namun
aku terbiasa mencari solusi dengan cara berpikirku sendiri.
Sempat aku berpikir untuk menyerah saja. Tapi, haruskah aku menyerah?
Lantas bagaimana dengan rencanaku untuk berdakwah melalui tulisan? Aku malu
dengan diriku sendiri. Aku pandai berbicara di hadapan publik, namun tak pecus
menuangkannya dalam sebuah tulisan. Belakangan kusadari, ternyata sedangkal ini
imajinasiku, secetek ini pengetahuanku. Entahlah, mungkin sebaiknya aku
menyerah saja. Aku berhenti mengejar ambisiku yang begitu tinggi sedang aku tak
mampu terbang karena rasa malasku yang begitu membebaniku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar