Bismillahirrahmanirrahim
Kemunculan kelompok-kelompok ekstrimis Islam baru-baru ini menjadi sebuah
fenomena yang sangat ramai diperbincangkan di pelbagai kalangan. Sebagian besar
kalangan – tentunya – mati-matian menentang keberadaan kelompok-kelompok
radikal tersebut, namun tak sedikit pula kalangan yang rela mengorbankan
seluruh hidupnya untuk membela atau berbaiat. Di sisi yang lain lagi masyarakat
khususnya umat Islam berada pada kondisi dilema yang luar biasa. Pasalnya, konflik
yang ditimbulkan oleh kelompok-kelompok ini tak terbatas pada perang fisik
semata, melainkan juga perang pemikiran. Para ekstrimis ini selain mengobarkan
perang dimedan pertempuran, mereka juga menggunakan propaganda melalui peran
media – baik media masa maupun media sosial – sebagai upaya menyebarkan
ideologi mereka. Dapat dipastikan bahwa hampir tidak mungkin untuk
menghilangkan atau memusnahkan apa yang disebut dengan radikalisme tersebut.
Sebab kelompok-kelompok radikal ini kini tak lagi berdiri sebagai sebuah
organisasi, melainkan sudah menjelma seutuhnya menjadi sebuah ideologi.
Bagi mereka yang menentang dan memerangi radikalisme, tentunya berlandaskan
kepada alasan-alasan yang rasional – meskipun tak sedikit yang hanya ikut-ikutan
kampanye Internasional tanpa mengkaji lebih jauh tentang suatu isu tertentu –.
Tindakan-tindakan keji yang dilakukan para ekstrimis ini sering kali
menimbulkan kecaman banyak pihak. Mulai dari penculikan, penyiksaan, pembunuhan
hingga serangan bom terhadap fasilitas-fasilitas umum yang mengakibatkan
jatuhnya korban jiwa pastinya akan memunculkan respon negatif dari masyarakat
umum serta menggambarkan pelakunya sebagai penjahat, pembunuh atau bahkan
pelaku pembantaian. Sehingganya, semakin jauh kelompok radikal tersebut menjalankan
aksi kejamnya, semakin gencar pula tindakan-tindakan contra-terorisme dilakukan.
Bahkan pihak-pihak yang sama-sama Islam pun ikut andil dalam memerangi para
ekstrimis yang mengatasnamakan agama Islam ini. Pihak-pihak tersebut menganggap
tindakan brutal para militan ini sebagai tindakan yang menodai citra agama
Islam. Disamping itu, kemanusiaan merupakan alasan utama yang membuat banyak
pihak atas nama masyarakat dunia bersatu memerangi radikalisasi Islam.
Di sisi yang lain, tak sedikit pula yang sepakat bahkan mendukung dan
membela gerakan radikal tersebut. Para ekstrimis ini rupanya mampu merangkul
cukup banyak pengikut hanya dalam kurun waktu yang terbilang singkat. Para
pengikut gerakan radikal ini berasal dari berbagai belahan dunia serta dari
berbagai kalangan, kebanyakan dari mereka malah termasuk para cendikiawan yang
memiliki potensi intelektual tinggi. Sebagian besar dari mereka terlebih dahulu
mengkaji tentang berbagai isu secara mendalam sebelum memutuskan untuk
bergabung, namun ada pula yang sekedar terpengaruh oleh upaya propaganda yang
dilakukan para ekstrimis ini. Dapat dikatakan bahwa terdapat titik temu antara
pesan-pesan yang dipropagandakan oleh kaum ekstrimis ini dengan keyakinan dan
pemikiran calon pengikutnya. Adalah penting untuk memahami bahwa bebas dari
pengaruh Barat merupakan keinginan yang mutlak bagi hampir seluruh umat Islam –
khususnya mereka yang taat atau mereka yang faham dengan
kepentingan-kepentingan Barat di Timur Tengah – saat ini. Osama Bin Laden,
seorang tokoh pimpinan kelompok ekstrimis Al Qaeda sebelum tewas oleh operasi
Militer Amerika pernah bersumpah “Demi Allah yang Maha Agung, yang
menciptakan langit tanpa tiang, aku bersumpah, Amerika tidak akan pernah
bermimpi memperoleh keamanan sebelum kita benar-benar menjalaninya di
Palestina. Mereka tidak akan pernah bermimpi aman sebelum semua tentara kafir
pergi dari tanah Muhammad shallallahu alaihi wasallam”. Pernyataannya
tersebut mengindikasikan bahwa gerakan-gerakan radikal tersebut tidak akan
diakhiri sebelum Barat meninggalkan kepentingan-kepentingannya di Timur Tengah.
Disamping orasi tentang pentingnya bebas dari imperium Barat yang selama ini
menduduki tanah umat Islam, pelbagai isu mengenai huru hara akhir zaman juga
dijadikan sebagai magnet bagi para ekstrimis Islam untuk menarik calon
pengikutnya. Dengan alasan-alasan tersebut adalah mungkin bagi para ekstrimis
Islam untuk memperoleh pendukung dengan jumlah yang signifikan meskipun hanya
dalam waktu singkat.
Lantas jika memang gerakan ekstrimisme ini didasari oleh alasan yang bisa
dikatakan demokratis yakni keinginan masyoritas masyarakat Islam untuk
bebas dari pengaruh Barat serta isu-isu akhir zaman yang telah dinubuatkan
sebagaimana yang diyakini sebagian besar umat Islam, mengapa harus melibatkan
aksi pembunuhan orang-orang tak besalah? Jawabannya mungkin ada pada pemahaman
tentang hukum “Takfir”.
Takfir sendiri adalah memvonis kafir atau mengkafirkan seseorang. Takfir juga menjadi bagian dari hukum Islam. Namun, dalam pelaksanaannya sering terjadi perbedaan pendapat. Ada berbagai kelompok yang dengan gampangnya mengkafirkan seseorang atau suatu kelompok yang lain tanpa memenuhi kaidah takfir yang baik dan benar. Di sisi lain ada juga yang tidak tegas dalam menjatuhkan vonis kafir terhadap seseorang atau kelompok, padahal sudah memenuhi syarat-syarat untuk dikatakan kafir. Hal lain yang menjadi masalah juga adalah perbedaan pemahaman tentang spesifikasi hukum takfir itu sendiri. Dapat dilihat bahwa, pengkajian mendalam tentang hukum takfir tersebut masih sangat kurang di kalangan umat Islam sendiri. Bahkan, hampir-hampir seorang muslim tak tahu menahu bahwasanya ada hukum yang demikian dalam Islam.
Intinya, radikalisasi Islam tak bisa lepas dari syariat takfir. Seperti
yang dikatakan diawal, bahwa aksi-aksi brutal oleh para ekstrimis menjadi
alasan yang kuat bagi pihak-pihak yang menjunjung tinggi kemanusiaan untuk
memerangi kelompok-kelompok radikal tersebut. Pembunuhan serta pembantaian yang
dilakukan para ekstrimis diantaranya adalah disebabkan oleh pemahaman tentang
hukum takfir mereka. Perlu dikaji secara mendalam tentang keabsahan hukum
takfir yang mereka terapkan.
Tentunya, masih terdapat berbagai faktor lain yang mendasari para ekstrimis
ini menjadi sedemikian kejam. Hanya dengan kata sepakat terhadap pemahaman
hukum takfir saja belumlah cukup untuk menjadikan kekerasan sebagai
satu-satunya tindakan yang harus dilakukan. Akan tetapi, pengkajian perihal
hukum takfir tersebut tetaplah penting untuk diperkaya. Barangkali dengan
mengkajinya secara mendalam akan mengurangi beban dilema yang sedang dialami
umat. Wallahualam bissawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar