Rabu, 18 Maret 2015

Dilema Umat di Penghujung Zaman



Bismillahirrahmanirrahim

Kemunculan kelompok-kelompok ekstrimis Islam baru-baru ini menjadi sebuah fenomena yang sangat ramai diperbincangkan di pelbagai kalangan. Sebagian besar kalangan – tentunya – mati-matian menentang keberadaan kelompok-kelompok radikal tersebut, namun tak sedikit pula kalangan yang rela mengorbankan seluruh hidupnya untuk membela atau berbaiat. Di sisi yang lain lagi masyarakat khususnya umat Islam berada pada kondisi dilema yang luar biasa. Pasalnya, konflik yang ditimbulkan oleh kelompok-kelompok ini tak terbatas pada perang fisik semata, melainkan juga perang pemikiran. Para ekstrimis ini selain mengobarkan perang dimedan pertempuran, mereka juga menggunakan propaganda melalui peran media – baik media masa maupun media sosial – sebagai upaya menyebarkan ideologi mereka. Dapat dipastikan bahwa hampir tidak mungkin untuk menghilangkan atau memusnahkan apa yang disebut dengan radikalisme tersebut. Sebab kelompok-kelompok radikal ini kini tak lagi berdiri sebagai sebuah organisasi, melainkan sudah menjelma seutuhnya menjadi sebuah ideologi.

Bagi mereka yang menentang dan memerangi radikalisme, tentunya berlandaskan kepada alasan-alasan yang rasional – meskipun tak sedikit yang hanya ikut-ikutan kampanye Internasional tanpa mengkaji lebih jauh tentang suatu isu tertentu –. Tindakan-tindakan keji yang dilakukan para ekstrimis ini sering kali menimbulkan kecaman banyak pihak. Mulai dari penculikan, penyiksaan, pembunuhan hingga serangan bom terhadap fasilitas-fasilitas umum yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa pastinya akan memunculkan respon negatif dari masyarakat umum serta menggambarkan pelakunya sebagai penjahat, pembunuh atau bahkan pelaku pembantaian. Sehingganya, semakin jauh kelompok radikal tersebut menjalankan aksi kejamnya, semakin gencar pula tindakan-tindakan contra-terorisme dilakukan. Bahkan pihak-pihak yang sama-sama Islam pun ikut andil dalam memerangi para ekstrimis yang mengatasnamakan agama Islam ini. Pihak-pihak tersebut menganggap tindakan brutal para militan ini sebagai tindakan yang menodai citra agama Islam. Disamping itu, kemanusiaan merupakan alasan utama yang membuat banyak pihak atas nama masyarakat dunia bersatu memerangi radikalisasi Islam.

Di sisi yang lain, tak sedikit pula yang sepakat bahkan mendukung dan membela gerakan radikal tersebut. Para ekstrimis ini rupanya mampu merangkul cukup banyak pengikut hanya dalam kurun waktu yang terbilang singkat. Para pengikut gerakan radikal ini berasal dari berbagai belahan dunia serta dari berbagai kalangan, kebanyakan dari mereka malah termasuk para cendikiawan yang memiliki potensi intelektual tinggi. Sebagian besar dari mereka terlebih dahulu mengkaji tentang berbagai isu secara mendalam sebelum memutuskan untuk bergabung, namun ada pula yang sekedar terpengaruh oleh upaya propaganda yang dilakukan para ekstrimis ini. Dapat dikatakan bahwa terdapat titik temu antara pesan-pesan yang dipropagandakan oleh kaum ekstrimis ini dengan keyakinan dan pemikiran calon pengikutnya. Adalah penting untuk memahami bahwa bebas dari pengaruh Barat merupakan keinginan yang mutlak bagi hampir seluruh umat Islam – khususnya mereka yang taat atau mereka yang faham dengan kepentingan-kepentingan Barat di Timur Tengah – saat ini. Osama Bin Laden, seorang tokoh pimpinan kelompok ekstrimis Al Qaeda sebelum tewas oleh operasi Militer Amerika pernah bersumpah “Demi Allah yang Maha Agung, yang menciptakan langit tanpa tiang, aku bersumpah, Amerika tidak akan pernah bermimpi memperoleh keamanan sebelum kita benar-benar menjalaninya di Palestina. Mereka tidak akan pernah bermimpi aman sebelum semua tentara kafir pergi dari tanah Muhammad shallallahu alaihi wasallam”. Pernyataannya tersebut mengindikasikan bahwa gerakan-gerakan radikal tersebut tidak akan diakhiri sebelum Barat meninggalkan kepentingan-kepentingannya di Timur Tengah. Disamping orasi tentang pentingnya bebas dari imperium Barat yang selama ini menduduki tanah umat Islam, pelbagai isu mengenai huru hara akhir zaman juga dijadikan sebagai magnet bagi para ekstrimis Islam untuk menarik calon pengikutnya. Dengan alasan-alasan tersebut adalah mungkin bagi para ekstrimis Islam untuk memperoleh pendukung dengan jumlah yang signifikan meskipun hanya dalam waktu singkat.

Lantas jika memang gerakan ekstrimisme ini didasari oleh alasan yang bisa dikatakan demokratis yakni keinginan masyoritas masyarakat Islam untuk bebas dari pengaruh Barat serta isu-isu akhir zaman yang telah dinubuatkan sebagaimana yang diyakini sebagian besar umat Islam, mengapa harus melibatkan aksi pembunuhan orang-orang tak besalah? Jawabannya mungkin ada pada pemahaman tentang hukum “Takfir”.

Takfir sendiri adalah memvonis kafir atau mengkafirkan seseorang. Takfir juga menjadi bagian dari hukum Islam. Namun, dalam pelaksanaannya sering terjadi perbedaan pendapat. Ada berbagai kelompok yang dengan gampangnya mengkafirkan seseorang atau suatu kelompok yang lain tanpa memenuhi kaidah takfir yang baik dan benar. Di sisi lain ada juga yang tidak tegas dalam menjatuhkan vonis kafir terhadap seseorang atau kelompok, padahal sudah memenuhi syarat-syarat untuk dikatakan kafir. Hal lain yang menjadi masalah juga adalah perbedaan pemahaman tentang spesifikasi hukum takfir itu sendiri. Dapat dilihat bahwa, pengkajian mendalam tentang hukum takfir tersebut masih sangat kurang di kalangan umat Islam sendiri. Bahkan, hampir-hampir seorang muslim tak tahu menahu bahwasanya ada hukum yang demikian dalam Islam.

Intinya, radikalisasi Islam tak bisa lepas dari syariat takfir. Seperti yang dikatakan diawal, bahwa aksi-aksi brutal oleh para ekstrimis menjadi alasan yang kuat bagi pihak-pihak yang menjunjung tinggi kemanusiaan untuk memerangi kelompok-kelompok radikal tersebut. Pembunuhan serta pembantaian yang dilakukan para ekstrimis diantaranya adalah disebabkan oleh pemahaman tentang hukum takfir mereka. Perlu dikaji secara mendalam tentang keabsahan hukum takfir yang mereka terapkan.

Tentunya, masih terdapat berbagai faktor lain yang mendasari para ekstrimis ini menjadi sedemikian kejam. Hanya dengan kata sepakat terhadap pemahaman hukum takfir saja belumlah cukup untuk menjadikan kekerasan sebagai satu-satunya tindakan yang harus dilakukan. Akan tetapi, pengkajian perihal hukum takfir tersebut tetaplah penting untuk diperkaya. Barangkali dengan mengkajinya secara mendalam akan mengurangi beban dilema yang sedang dialami umat. Wallahualam bissawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar