Krisis Kedisiplinan
Kedisiplinan
merupakan merupakan masalah vital yang mempengaruhi kemunduran sekolah kita.
Penerapan kedisiplinan amat sangat penting. Seyogyanya perilaku disiplin
terlebih dahulu diterapkan oleh pribadi seorang guru yang tentunya harus
dibarengi dengan sikap tegas. Hal ini dikarenakan ‘guru’ berarti ‘digugu dan
ditiru’. Maka seorang guru yang baik adalah contoh yang baik pula bagi
muridnya. Namun sebaliknya, jika modelnya saja memberikan contoh yang salah,
maka pengikutnya (murid) pun akan labih salah dan tentunya hal ini akan memberi
efek berkelanjutan.
Selanjutnya
kedisiplinan harus dibarengi dengan ketegasan. Tegas bukan berarti ‘galak’,
tapi tegas juga bisa direalisasikan dengan sikap komitmen. Komitmen terhadap
peraturan merupakan wujud ketegasan.
Secara umum, yang menjadi masalah disekolah kita adalah fakta ‘sudah diberi contoh dan pengertian, tapi siswanya tetap tidak disiplin’. Ya, memang seperti itulah karakter siswa SMA Muhammadiyah belakangan ini. Terkesan seenaknya sendiri dan banyak menuntut, namun tak pernah memberi kontribusi apapun untuk sekolahnya. Jadi apakah ini semua kesalahan siswanya? Tentu tidak! Karena disinilah peran guru sebagai ‘mind molder’ atau membentuk cara berpikir siswanya. Seorang guru tidak boleh sampai kehabisan kesabaran dalam menghadapi siswanya. Karena profesi keguruan merupakan ‘panggilan hati’ yang artinya harus dilaksanakan dengan sepenuh hati.
Secara umum, yang menjadi masalah disekolah kita adalah fakta ‘sudah diberi contoh dan pengertian, tapi siswanya tetap tidak disiplin’. Ya, memang seperti itulah karakter siswa SMA Muhammadiyah belakangan ini. Terkesan seenaknya sendiri dan banyak menuntut, namun tak pernah memberi kontribusi apapun untuk sekolahnya. Jadi apakah ini semua kesalahan siswanya? Tentu tidak! Karena disinilah peran guru sebagai ‘mind molder’ atau membentuk cara berpikir siswanya. Seorang guru tidak boleh sampai kehabisan kesabaran dalam menghadapi siswanya. Karena profesi keguruan merupakan ‘panggilan hati’ yang artinya harus dilaksanakan dengan sepenuh hati.
Berbicara soal
kedisiplinan yang dibarengi dengan ketegasan, penulis mengutip hasil wawancara
terhadap Prayogo Samsul Ibrahim, seorang alumni Pondok Modern Gontor sebagai
berikut “Dulu Gontor juga pernah didemo sama santri-santrinya karena terlalu
ketat katanya, tapi akhirnya malah semua santrinya yang pada demo itu
dikeluarkan. Akhirnya ya harus mulai dari awal lagi, mulai dari nol lagi, orang
muridnya habis” ujar pemuda yang saat ini menjadi mahasiswa Universitas Negeri
Surabaya tersebut. Dari kutipan tersebut kita bisa ketahui bahwa Pondok modern
sekelas Gontor yang bertaraf internasional saja sampai rela kehilangan
santri-santrinya dan harus mulai dari nol lagi demi mempertahankan komitmennya
terhadap peraturan. Lantas, kenapa kita harus takut?
Tak perlu
sedisiplin mereka, cukup menerapkan disiplin yang sewajarnya saja. Toleransi
boleh, namun jangan dijadikan alat untuk menutupi kemalasan, jangan dijadikan
alasan untuk tidak disiplin. Tertib dan disiplin sungguh sangat perlu, supaya
sekolah kita tidak seperti ‘mayat hidup’ antara ada dan tiada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar