Minggu, 21 September 2014

Free Writing


Krisis Kedisiplinan


Kedisiplinan merupakan merupakan masalah vital yang mempengaruhi kemunduran sekolah kita. Penerapan kedisiplinan amat sangat penting. Seyogyanya perilaku disiplin terlebih dahulu diterapkan oleh pribadi seorang guru yang tentunya harus dibarengi dengan sikap tegas. Hal ini dikarenakan ‘guru’ berarti ‘digugu dan ditiru’. Maka seorang guru yang baik adalah contoh yang baik pula bagi muridnya. Namun sebaliknya, jika modelnya saja memberikan contoh yang salah, maka pengikutnya (murid) pun akan labih salah dan tentunya hal ini akan memberi efek berkelanjutan.

Selanjutnya kedisiplinan harus dibarengi dengan ketegasan. Tegas bukan berarti ‘galak’, tapi tegas juga bisa direalisasikan dengan sikap komitmen. Komitmen terhadap peraturan merupakan wujud ketegasan.

Secara umum, yang menjadi masalah disekolah kita adalah fakta ‘sudah diberi contoh dan pengertian, tapi siswanya tetap tidak disiplin’. Ya, memang seperti itulah karakter siswa SMA Muhammadiyah belakangan ini. Terkesan seenaknya sendiri dan banyak menuntut, namun tak pernah memberi kontribusi apapun untuk sekolahnya. Jadi apakah ini semua kesalahan siswanya? Tentu tidak! Karena disinilah peran guru sebagai ‘mind molder’ atau membentuk cara berpikir siswanya. Seorang guru tidak boleh sampai kehabisan kesabaran dalam menghadapi siswanya. Karena profesi keguruan merupakan ‘panggilan hati’ yang artinya harus dilaksanakan dengan sepenuh hati.

Berbicara soal kedisiplinan yang dibarengi dengan ketegasan, penulis mengutip hasil wawancara terhadap Prayogo Samsul Ibrahim, seorang alumni Pondok Modern Gontor sebagai berikut “Dulu Gontor juga pernah didemo sama santri-santrinya karena terlalu ketat katanya, tapi akhirnya malah semua santrinya yang pada demo itu dikeluarkan. Akhirnya ya harus mulai dari awal lagi, mulai dari nol lagi, orang muridnya habis” ujar pemuda yang saat ini menjadi mahasiswa Universitas Negeri Surabaya tersebut. Dari kutipan tersebut kita bisa ketahui bahwa Pondok modern sekelas Gontor yang bertaraf internasional saja sampai rela kehilangan santri-santrinya dan harus mulai dari nol lagi demi mempertahankan komitmennya terhadap peraturan. Lantas, kenapa kita harus takut?

Tak perlu sedisiplin mereka, cukup menerapkan disiplin yang sewajarnya saja. Toleransi boleh, namun jangan dijadikan alat untuk menutupi kemalasan, jangan dijadikan alasan untuk tidak disiplin. Tertib dan disiplin sungguh sangat perlu, supaya sekolah kita tidak seperti ‘mayat hidup’ antara ada dan tiada.

Maka dari itu, kenali diri kita. Jika kita adalah seorang guru, maka bersikap dan berperilakulah selayaknya guru. Dan jika kita adalah siswa, maka bersikaplah selayaknya seorang siswa, yang hormat dan patuh kepada guru sebagai orang tua kita disekolah, santun dan berperilaku selayaknya MANUSIA. Salam Pen Fighter!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar