Jumat, 27 Februari 2015

Sekularisme: Sebuah Bentuk Ijtihad Atau Penyimpangan?



Secara mendasar, sekularisme merupakan bentuk pemikiran dimana hal duniawi dipisahkan secara total dengan nila-nilai religi. Yang paling mencolok dalam pengamalan sekularisme ini adalah dalam sektor ketatanegaraan atau pemerintahan dimana hukum dan undang-undang yang diterapkan adalah buah pemikiran manusia yang sebatas berbasis pada permasalahan aktual atau rencana jangka panjang ala otak manusia. Sedangkan agama hanya dijadikan sebagai tangan kanan (penasihat), bukan lagi sebagai otak atau sumber pemecahan masalah. Memeluk dan mengamalkan nilai suatu agama ditujukan sebatas formalitas spiritual yang lebih dijadikan sebagai topeng moral.

Dalam Islam sendiri, ajarannya bersumber kepada Qalamullah (Al Qur’an) dan Al Hadits sebagai penjelasnya. Bagi para pemeluknya (muslim) ajaran di dalam dua pusaka umat Islam tersebut dianggap telah mampu mencakup seluruh aspek kehidupan manusia secara global tak terkecuali aspek politik kenegaraan. Alla SWT telah menunjukkan garis-garis besar tentang pedoman mengelola sebuah negara atau pemerintahan atau kekuasaan yang jika dikaji secara mendalam maka pedoman tersebut dapat dijadikan sebagai Undang-Undang Dasar (UUD).

Pada dasarnya memang tidak dijelaskan mengenai seperti apa bentuk pemerintahan yang bersumber dari hukum Islam tersebut. Namun sekali lagi, hukum Islam tersebut adalah sebagai Undang-Undang Dasar yang menjadi patokan dalam menentukan kebijakan pemerintahan. Artinya, seperti apapun bentuk pemerintahannya maka haruslah sesuai dengan Undang-Undang Dasar Islam tersebut. Manusia (dalam kasus ini, umat Islam) boleh mengembangkan aturan-aturan yang akan diberlakukannya, dengan syarat harus berlandaskan Undang-Undang Dasar Islam tersebut. Perlu dicatat, bahwa umat Islam memiliki kewajiban untuk memperjuangkannya! (Hal ini akan dibahas pada tulisan berikutnya, Insya Allah). Pemberlakuan Undang-Undang Islam ini telah dibuktikan kemujarabannya oleh:

Pertama, Rasulullah SAW. Beliau telah membuktikan kesuksesannya dalam menerapkan hukum Islam secara kaffah di kota Madinah. Beliau adalah seorang tokoh spiritual utusan Allah SWT yang diutus untuk menyebarkan ajaran Islam dan pada saat yang bersamaan, Muhammad SAW tampil sebagai tokoh politik yang andal dengan hukum Islam yang dibawanya. Mengikuti setelah beliau adalah Khalifah Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali).

Jika Rasulullah SAW dan para shabatnya (Khulafa Urasyidin) adalah contoh kesuksesan syariat Islam tempo dulu, maka di era modern pun terdapat bukti nyata kemujaraban hukum Islam. Adalah rezim Taliban di Afganistan dari tahun 1990-an hingga 2000-an  Taliban telah membuktikan bahwa hukum Islam bisa diterapkan di jaman modern. Hal ini sekaligus menjawab asumsi-asumsi yang mengatakan bahwa ‘Hukum Islam sudah kuno!’. Namun, kekejaman dan kedzaliman media Barat yang cenderung tidak netral kerap kali mencoreng nama baiknya hingga rezim Taliban digulingkan oleh AS dan sekutunya pada tahun 2001.

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa sekularisme bukan merupakan bentuk ijtihad, namun sebuah penyimpangan hukum Allah SWT. Hal ini sangat beralasan karena dalam Islam tidak ada ajarannya yang membenarkan perihal pemisahan antara urusan agama dan urusan negara seperti konsep dasar sekularisme. Jika keselamatan adalah suatu keharusan, maka Islam lah jalan satu-satunya menuju keselamatan dunia dan akhirat karena Islam adalah Rahmatan lil ‘Alamin. Wallahu’alam bissawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar